Jamaah dari Lombok tersebut sudah datang dengan gaya berbeda.
Masing-masing jamaah laki-laki datang mengenakan sorban yang
dilingkarkan ke kepala. Mereka juga mengenakan gamis laiknya warga
asli Arab Saudi sebelum berangkat pulang ke Tanah Air, Ahad (9/9)
malam tersebut.
Saat memasuki Paviliun 4 Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz pada
pukul 20.00 waktu setempat, salah seorang di antara mereka nampak
dibimbing jamaah perempuan. Jamaah pria itu kemudian nampak sibuk
berupaya menalikan tasnya.
Terkesan kerepotan, seorang petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi
berupaya membantu namun jamaah tersebut menolak dengan tegas. Ia
memilih menyelesaikan ikhtiarnya sendiri dan akhirnya berhasil.
Keteguhan Supratman (50 tahun), nama jamaah tersebut bukan sekadar
merapikan tas. Seorang difabel netra, ia mendaku telah menyelesaikan
seluruh rangkaian ibadah haji dalam keterbatasannya. “Meskipun saya
ada keterbatasan tapi alhamdulillah semua rangkaian ibadah haji saya
tidak ada yang tertinggal,” kata Supratman di Bandara Madinah.
Hari itu, Supratman pulang bersama Kloter 09 Debarkasi Lombok.
Pesawatnya akan diterbangkan pada pukul 00.45 WAS dari Bandara
Madinah. Ia pulang bersama 455 jamaah dan petugas kloter menggunakan
maskapai Garuda Airlines nomor penerbangan GIA-5209.
Ia menuturkan, datang ke Tanah Suci bersama istrinya, Minarsik; dan
adiknya Winarsih (47). Mereka berasal dari Kawo, Lombok Tengah.
Supratman tak menjelaskan sejak kapan mengalami kebutaan. Meski
begitu, keadaan tersebut tak pernah jadi alsannya berpangku tangan.
Saat ini, Supratman masih mengajar sebagai guru olah raga di SD Negeri
Kawo, Lombok Tengah. Hasil dari mengajar itu, beserta penghasilan
istrinya yang juga seorang guru jadi modal berangkat haji.
Di Tanah Air, Winarsih menuturkan, abangnya memang selalu berupaya
mandiri. Jika ada persoalan kelistrikan di kediamannya, kata Winarsih,
Supratman kerap mencoba dan berhasil memperbaiki sendiri.
Demikian juga ia tunjukkan di Tanah Suci. Ia tak bersedia didudukkan
di kursi roda untuk didorong selama menjalankan ibadah haji. “Semua
saya kerjakan dengan baik tanpa kursi roda,” tutur Supratman
Dengan bantuan istrinya, Supratman berusaha menjalankan ibadah haji
seperti yang lain. Terlepas dari keadaannya, Supratman menuturkan
tidak pernah merasa berat untuk beribadah di Tanah Suci.
Bila tak sedang dipandu istrinya, ia merasa terbantu oleh jamaah
serombongannya. Supratman menuturkan saat tawaf dan sa’i dia terus
berpegangan pada pundak teman agar tidak terpisah.”Kalau di jamarat
saya digandeng istri,” jawab Supratman.
Tak berapa lama di paviliun, Supratman dipamiti adik dan istrinya yang
hendak melaksanakan shalat isya di mushola paviliun. Dalam gelap, ia
menanti kembali ke Tanah Air.
Penulis : Fitriyan Zamzami
Redaktur : Muhammad Subarkah